Pembaca yang baik selalu meninggalkan komentar. Terima Kasih ^_^


widgeo.net
Tampilkan postingan dengan label PuisiKuu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PuisiKuu. Tampilkan semua postingan

Selasa, 15 April 2014

Aku Muslimah?


Aku muslimah?
Pantaskah?
Ketika foto-foto terupload sombong dengan rambut terurai
Ketika busana kurang bahan terpasang angkuh di badan
Ketika jilbab dan kerudung tak lagi menjadi identitasku
Aku muslimah?
Masih pantaskah?
Ketika kami sibuk menimbun harta
Ketika kami sibuk nongkrong
Ketika kami sibuk bergunjing
Ketika kami sibuk menjelajahi mall, bioskop, karaoke
dan akhirnya lupa menemuiMu
Aku muslimah?
Masih pantaskah kusandang?
Ketika kami sibuk mencumbui malam
Terlena dengan bisikan subuh
Sibuk menjajah pagi
Aku muslimah?
Masih layak kah?
Ketika shalat kami ganti dengan jalan-jalan
Ketika mengaji kami ganti dengan bernyanyi
Ketika berdakwah kami ganti dengan mencari jabatan
Oh Tuhan,
Maaf kami terlalu sibuk
Maaf kami terlalu sombong menjadi muslimah
Aku masih bisa disebut muslimah?

Sabtu, 12 April 2014

Puisi

Puisi sekejapku kau beri nama sampah?
Lemparkan saja ke tongnya
Aku hanya ingin mengeja aksaraku
Mematahkan keraguan yang melilit tanganku

Campakkan sesuka hatimu
Aku hanya ingin bercerita tentang cinta dan rindu
sampai dengan kisah air mata
yang terkadang memelas kasihan

Tertawakan sesuka hatimu
Aku hanya ingin berkisah
tentang pengorbanan dan kesetiaan
Pun tentang perjalanan hati yang sering kau sebut penghianatan

Kau bebas beri nama sampah
Puisi yang lahir dari rahim seorang pecundang
Tapi,
Perlu kau ingat
Sampah yang kau sebut itu
Akan terlahir kembali dari tangan-tangan emas

Makassar, 12 April '14

Jumat, 11 April 2014

Teruntuk Kamu yang Punya Nama

Teruntuk Kamu yang Punya Nama_

Kamu yang punya nama itu?
Kamu jua yang tersulut emosi karena nama itu?
Dan kamu yang menghardik karena nama itu?
Oh maaf, salahku menamaimu seperti itu

Kamu tahu
Inginku tak ingin seperti itu
Inginku tak mau melupakan nama indahmu
Tapi kamu harus tahu jua
Aku hanyalah manusia
Bukan Tuhan maha sempurna

Aku tahu
Kamu sangat menghargai nama itu
Tapi tak selayaknya segusar itu
Kamu bisa memberitahuku lembut
Untuk menulis nama yang benar untuk kupahat

Oh maaf,
Untukmu yang punya nama itu
Tak sepantasnya aku menamaimu seperti itu
Seperti maumu
Aku tak akan menamaimu seperti itu

Untukmu yang punya nama itu
Kamu boleh melirikku di sini
Sampai kamu puas melampiaskan kesalahan itu

Untukmu yang punya nama itu
Terima kasih,
Karena tegurmu aku tahu betapa pentingnya sebuah nama

Makassar, April '14

Sabtu, 29 Maret 2014

Mahkota Tergadai



Mahkota Tergadai

Mahkota oh Mahkota
Lirih melihatmu terpajang tak bernilai
Sungguh kami sudah mempermainkan derajatmu

Di sana, di sini dan dimana-mana sampai di dunia lain
Yang tak lain adalah dunia para penjelajah maya
Kau terpajang anggun di depan para srigala
Terlihat mewah namun terlalu rendah untuk dinilai

Inilah dirimu
Mahkota tergadai
Berelok-elok disetiap para pemilikmu
Dihargai rendah terlalu murah

Mahkota Tergadai
Kami tidak tahu atau kami memang tak peduli
Bahwa kau seharusnya tak dimiliki semua orang
Kami terlalu sombong menjualmu murah
Memajangmu seperti wanita jalang

Kau lihat warnamu sudah mulai memudar oleh yang namanya trendi
Tubuhmu terbungkus oleh kain ketat
Dan kepalamu kau lilit dengan kain berputar-putar
Dan,
Pada akhirnya
Kau tergadai oleh para pemilikmu
Lupa kodratmu sebagai mahkota


Makassar, 29 Maret 2014

Sabtu, 22 Maret 2014

Malam Tak Berbulan

"Malam Tak Berbulan"

Singkirkan cahaya itu
Aku ingin malamku tunduk pada kegelapan
Biarpun dirimu memberi sebongkah nur
Aku tak izinkan tangan dustamu menodai malamku

Pergi dan ambil cahayamu
Biarkan malamku berteman dengan ratu kegelapan
Dia lebih jujur dari cahayamu

Kenapa?
Kau marah?
Sengaja aku simpan amarah itu dalam tenggorokanmu
Jangan takut, ratu kegelapan tak pernah
menyuruhku untuk menikammu

Biarkan aku dan dia menikmati malam kami
Menuntaskan rencana terdahulu
Melanjutkan cerita yang belum usai
Sambil meneguk secangkir bulan madu

Maaf,
Malamku menolak pintamu
Simpan cahayamu untuk mereka yang selalu meratap

Aku masih kuat dengan malamku
Biarkan aku tertidur bersamanya
Dan bangunkan nanti saat bulan menjemput malamnya

Makassar, 22 Maret 2014

Selasa, 07 Mei 2013

Gerimis


Seperti cerita pagi ini
Suara embun pagi bergelayutan mesra di ranting-ranting kehidupan
Rinai-rinai hujan luruh memeluk setia langkah insan manusia
Kuncup bunga mengecup manis kumbang yang tidur lelap dalam pembaringan
Usia bergerak pelan mematuhi aturannya
Menceritakan setiap alur kehidupan manusia

Gegap gempita suara bertalu dalam himpitan imaji
Samar namun bayangan itu smakin nyata
Berlari berkejaran dengan ego yang semakin membunuh
Kau hilang dalam canda ria khasmu
Termakan oleh gundah liar di luar sana

Mataku selalu memantau setiap gerikmu
Menyelami setiap jelaga suaramu
Lirikku ingin menyapa
Tapi enggan terhasut  iriku

Seruan  itu teramat kuat
Mengunci dalam kubangan tak terdamaikan
Sedikit langkah bijak yang bisa ku ambil
Menarik diriku dari garis terperih ini

Gerimis seakan berkhianat pada hujannya
Awan serempak kompak menutupi langit
Akupun menunduk pasrah
Bersandar setia pada setiap keputusan-Nya
Gerimispun menghiasi kelopak mataku

Jumat, 30 November 2012

Kuawali dengan Bismillah


Dibalik tembok beton itu aku pernah merasakan kerasnya hidup bersama segerombolan penjahat
Ini ulahku di masa suram
Kelam, tak ada arah, hingga akhirnya bisikan itu menggerogoti nafsu dan otakku
Ratusan pil mengalir begitu bebas di sendi-sendi darahku
Hingga mengantarkanku di balik besi-besi terali itu

Terngiang tangisan wanita tua yang merintih kesakitan
Bukan karena sakit kepala, encok, asma dan lainnya
Tapi sakit karena penyesalan
Melihat anaknya terperangkap dalam lingkaran hitam
Penyesalan yang sama terkuak dalam sendi-sendi nadiku

Penyesalan itu kini terukir di langit jingga
Menjadi catatan kelam seorang pemakai
Bersama setumpuk rasa bersalah
Kucoba membangung kembali puing-puing iman yang sempat runtuh
Merajut lubang-lubang dosa yang berlumuran nanah
Tertatih meniti masa depan

Ma, lihat anakmu
Berdiri di depanmu dengan rasa sesal
Dengan dunia baru setelah terasing begitu lama dari sisimu
Aku bangkit, berdiri, tersenyum
Sambil berkata kuawali kebebasanku dengan bismillah  

Petikan Terakhir




Gerimis berdendang riuh
Melodi tak beraturan turun di perut bumi
Rinai-rinai hujan turut bersenandung melengkapi setiap not
Menghibur penonton di ruang kosong
Hening
Kemana petikan indah itu?

Mata memandang sayu benda tak bernyawa itu
Tergeletak di atas panggung tak bertuah
Telinga tuli akan setiap melodi dan nada

November,
Hari terakhir sepuluh jemari ini memetik benda itu
Petikan terakhir di atas panggung megah
Melantunkan not-not merdu
Memetik melodi-melodi indah
Berlomba mendapat tepukan gemuruh dari penonton
“November kelabu” Istilahku untuk takdirku
Tangan yang dulu mampu menari ria di atas senar itu
Kini, lunglai dalam urat tak bernyawa
Petikan terakhirku di bulan November
Petikan terindah namun riuh dalam keheningan

Selasa, 06 November 2012

Dimana Rumahku


Orang bilang, hamparan permadani hijau itu adalah  rumahku
Bongkahan emas itu adalah hartaku
Lautan biru itu adalah mata airku
Benarkah?

Kukernyitkan keningku mendengar bait-bait itu
Mereka bilang ini rumahku
Kulangkahkan kakiku menuju sudut-sudut rumah
Asing, begitu asing terlihat

Mereka bilang aku kaya
Kenyataanya aku kelaparan
Mereka bilang rumahku luas
Kenyataanya tubuh mungilku kedinginan di bawah jembatan

Dimana rumahku?
Hanya tumpukan kardus ini kah yang menjadi istanaku?
Kemana semua hartaku?
Apakah Engkau telah mencurinya, wahai penguasa?

Senin, 15 Oktober 2012

Kampus Orange Saksi Bisu



By: Yuni indasari

Hari ini kembali peristiwa itu terjadi
Kamis, 11 Oktober 2012 sebuah peristiwa pilu mematikan citraku
Haruskah aku mengginggil kedinginan menyaksikan peristiwa berdarah itu?
Haruskah aku  menutup telinga setiap dentingan senjata bergema?
Haruskah aku kepanasan setiap kobaran api menghanguskan tubuhku?
Dan haruskah semua ini terjadi?

Sangat tragis melihat kalian saling menghancurkan
Atas nama solidaritas dan harga diri kalian menyusun rencana sedemikian apik
Parang, batu, badik, senjata, kalian gunakan untuk melancarkan aksi kejam itu

Sadarkah,
kalian masih satu almamater
Satu visi dan misi
Satu ambisi dan tujuan
Satu naungan kampus orange
Kenapa harus ada kata perang sesama saudara sendiri?

Kemana rasinonalitas kalian?
Kemana ilmu kalian?
Kemana kesadaran kalian?
Apakah dendam sudah mematikan itu semua
Kembali aku harus bertanya
Haruskah aku menjadi kampus merah?
Merah karena tetesan-tetesan darah yang selalu mewarnaiku setiap peristiwa itu terjadi
Merah karena kobaran api yang melambung tinggi
Pedih rasanya ketika aku harus berubahfungsi
Aku tidak ingin melahirkan generasi-generasi pendendam
Aku ini tempat melahirkan bibit-bibit terdidik dan bermoral
Semoga kalian paham arti sebuah kata damai
Semoga kalian mengerti arti sebuah kata maaf

Aku berdiri tegak di sini
Menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa tragis itu
Terkadang aku pun koyak dengan lemparan batu
Hancur dengan kobaran api
Tapi, aku tetap menyediakan diriku untuk kalian
Berharap kalian bisa menjaga dan mengangkat namaku kembali
Stop fighting, Stop Violence
We are forever and One