Pembaca yang baik selalu meninggalkan komentar. Terima Kasih ^_^


widgeo.net

Selasa, 01 Mei 2012

Mesin Ketik Kusam


Mesin Ketik Kusam
by: yuni indasari
Aku terlahir dari keluarga sederhana.Ayahku seorang guru di salah satu SD Negeri.Sedang ibuku menjual kue untuk membantu ayah.Bersama kedua saudaraku aku tinggal di rumah ini.Rumah yang sangat sederhana.Ayah dan ibu sangat menyayangi kami.Awalnya kami hidup bahagia.Penuh canda dan keceriaan.Kemudian kebahagiaan itu tinggallah impian belaka.Aku tak pernah merasakan kehangatan dari pelukan seorang ibu.Aku tak pernah lagi mendengar suara ayah berceramah setelah selesai salat.Hampa, sepi, kosong, mungkin itulah gambaran dari apa yang aku rasakan sekarang.Berawal dari keputusan saya untuk masuk ke jurusan sastra.Mereka tak setuju.Ayah menginginkan aku untuk menjadi dokter.Tapi aku tetap kukuh untuk menjadi sastrawan.Pertengkaran pun tak terelakan.Aku tetap dengan pendirianku.Begitu juga dengan ayah.Rumah tak lagi menjadi tempat candaan bagi aku.Semuanya telah berubah menjadi neraka.Ayah yang bijak menjelma menjadi monster yang siap menerkam mangsanya.Ibu yang lembut seolah menjadi salju yang beku dengan kemarahan ayah.Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari rumah.Pergi dari orang-orang yang benci akan cita-citaku.
Aku masih SMA.Aku masih butuh bantuan ayah dan ibu.Butuh kasih sayang dan perhatian.Sekolahku sempat terbengkalai beberapa bulan karena tak punya biaya.Uang tabunganku aku gunakan untuk membayar kos.Tapi, setelah aku bekerja sambilan di sebuah percetakan aku bisa sekolah lagi.Di rumah kecil itulah, aku memulai kembali semua harapan yang pernah pupus.Aku memulai menulis lagi.Dengan mesin ketik, hadiah ayah ketika aku berulang tahun jari-jemariku terlihat lincah menari-nari di atas keyboard.Walaupun benda itu menyimpan keindahan dan kenangan dari orang-orang yang aku cintai.Keputusanku untuk meninggalkan rumah memang bukan keinginanku.Tapi, keinginan yang lain sangat kuat mendorong aku untuk pergi.Mungkin ini yang terbaik.Suatu saat aku akan kembali dengan menghadiahkan sebuah kebanggan untuk mereka.
Sore itu aku sedang membaca di teras kosku.Sebuah novel berwarna kuning telah seperdua aku baca.Saat aku beranjak dari kursi untuk mengambil sebuah camilan, terdengar suara dari luar pekarangan berteriak “Kar, jalan-jalan yuk ! Jangan baca terus”. Ajak salah satu dari mereka.Aku tersenyum tak membalas mereka.Tak tahu apa yang harus aku jawab. ”Orang seperti dia cocoknya memang di rumah.Tidak perlu di ajak”.Wanita berbaju kuning itu pun ikut bicara.
“Dasar KUPER”.Ejek salah satu dari mereka lagi
Kembali aku tersenyum kepada mereka.Lagi-lagi aku tak menjawab.Tak berani membalas semua ejekan mereka.Kesal?Iya.Marah?sangat marah.Sempat aku ingin membalas mereka.Tapi, aku ingat pesan ayah.Pesan yang selalu ia katakan kepada anak-anaknya “Menghadapi sesuatu itu harus sabar.Emosi tidak akan pernah menyelesaikan masalah”.
Hal seperti ini sering aku alami.Mungkin sangat sering.Tidak di rumah (kos), di sekolah pun hal itu sudah biasa.Sifatku yang pendiam dan pemalu, membuatku tidak mempunyai teman dan keberanian.Setiap waktu, aku habiskan di perpustakaan.Tak ada jalan-jalan.Hanya membaca dan menulis.Hal ini membuat aku jadi tersingkir dari dunia luar.Jauh dari keramaian dan pergaulan.Wajar kalau mereka memberikan predikat “Ratu Kuper dan Kutu Buku”.
           



Kertas berserakan di lantai.Tak dapat kutemui kata-kata yang cocok untuk melengkapi tulisanku.Semuanya hilang.Aku duduk bersandar di kursi.Melihat kembali memori bersama keluargaku.Memutar kenangan-kenangan indah bersama mereka.Kukatupkan kedua bola mataku.Air mata mengalir seperti sungai, tak henti.Aku sangat rindu dengan mereka.Rindu dengan kedamaian dan keceriaan.Tak dapat kutemui di tempat ini.
Satu tahun aku pergi dari rumah.Sekarang aku kelas 3 SMA.Tak terasa waktu begitu cepat berlalu.Selama satu tahun aku mencoba untuk memulai awal dari cita-citaku.Mencoba untuk menulis kembali.Tanggal 14 Juni, aku mencoba mengikuti suatu perlombaan yang diselenggarakan oleh salah satu Majalah Remaja.Aku harus puas dengan mendapat juara Harapan I.Kecewa ? mungkin iya.Kecewa, karena aku telah melewati kesempatan emas itu.Bagiku perlombaan ini sangatlah berarti.Jarang sekali aku mendapatkan kesempatan seperti ini.Pernah, aku meminta bantuan guruku untuk mengirimkan hasil tulisanku.Tapi, dengan alasan hasil tulisanku sangat tidak kreatif dan menurutnya itu adalah sampah, dia nenolak.Pasrah aku menerima kenyataan ini.Aku memang sering maminta bantuan guru dan teman-temanku untuk mengirimkan hasil tulisanku, kerena aku tidak tahu kemana aku harus menyalurkannya..Tapi, puluhan kali juga mereka menolak.Aku sudah pernah mencoba mengirim ke salah satu Majalah Remaja.Mereka selalu menolak dan mengembalikan cerpen-cerpenku.Karena kehabisan biaya aku pun meminta bantuan guru dan teman-temanku.Tapi, nasibku harus menerima semua penolakan mereka.Aku sempat drop, keputusasaan menguasai diriku.Semangatku untuk menulis terkuras habis dengan ketidak adilan ini menurutku.Berminggu-minggu mesin ketik yang sudah tua itu menganggur tak ada yang menyentuh.Kotor karena debu.Aku malas menyentuhnya.Membersihkannya pun aku tidak pernah lagi.Dengan setitik cahaya dan secuil dorongan, aku mulai bangkit kembali.Menata semua yang sudah terbengkalai.
            Tahun 2009 aku lulus ujian.Sekarang aku kuliah di salah satu Universitas Negeri, mengambil jurusan sastra tentunya.Sebuah mesin ketik kusam yang selalu membantu aku menyelesaikan tulisan-tulisanku seperti malas menemaniku.Mungkin capek.Seperti aku lelah akan semua ejekan orang-orang yang meremehkanku.Tak terkecuali kedua orang tuaku.Mereka sangat merendahkan profesi sastrawan.Ah…sudahlah.Mereka adalah semangatku untuk bisa membuktikan kepada mereka bahwa “Aku Bisa”.Malam ini aku mulai menari-nari di atas keyboard yang sudah tidak jelas angka dan hurufnya.Kertas berhampuran di lantai.Otakku mulai berputar untuk menemukan kata-kata yang sepadan dengan tema cerpenku.Suara keyboard berdentang di kesunyian malam.Jam 11.00, aku masih bergelut dengan mesin ketikku.Mataku sudah ingin mengatup.Namun, jari-jemariku tak bisa berhenti.Jam 01.00 malam, akhirnya cerpen itu selesai.Aku beri judul “Karla si Kutu Buku plus Ratu Kuper”.Kata-kata yang aku ambil dari orang-orang yang memberiku predikat seperti itu.Plotnya tak jauh beda dengan alur kehidupanku.Karla yang pendiam dan pemalu adalah tokoh utamanya.
           








“Tok…tok…tok”.Suara pintu terdengar ada yang mengetuk, memanggil si empunya rumah.”Assalamualaikum, Kar..”Teriaknya mengucapkan salam
“Waalaikumsalam”.jawabku membalas salamnya
“Kar…kamu suka nulis kan?”tanyanya
“Iya”.jawabku singkat
“Begini Kar, aku dengar kalau salah satu Organisasi Remaja sedang mengadakan perlombaan menulis Cerpen.Itu kan kesempatan emas untuk kamu.”
Rina teman akrabku seakan memberikan peluang untuk lebih maju.Tapi, masalahnya sekarang adalah, aku tak punya biaya.Ongkos ke sana ditambah lagi dengan uang pendaftaran sangat mahal bagiku.Uang hasil kerja sambilanku di salah satu percetakan hanya cukup mambayar uang kos saja.Bingung aku ke mana aku mencari uang.Ke teman-temanku tidak mungkin.Aku tak punya teman.Hanya Rina, tapi dia pun tidak bisa membantu karena ibunya sakit, butuh biaya.Orang tuaku?Lebih-lebih mereka, pasti tidak akan memberi.Tapi, kalu aku tidak mengikutinya.Sayang..!Kesempatan itu sangat langka.
            Kutatap mesin ketik yang setia menemaniku.Tersenyum aku melihatnya.Namun, sedih kurasa.Sangat sedih.Sedih karena harus kehilangan kenangan yang begitu indah bagiku.Demi janjiku kepada mereka, aku harus merelakan mesin ketik itu.Aku menjualnya.Lumayan, cukup untuk mengikuti perlombaan ini.
Satu minggu saya menunggu pengumuman.Setiap hari saya harus meminjam koran tetangga.Aku harus menunggu sampai yang punya koran selesai membaca.Sebenarnya aku juga malu meminjam koran-koran tetangga.Mungkin mereka sudah bosan melihat aku setiap hari meminjam korannya.Pukul 03.00 sore, aku meminjam koran Pak Jaya.Untung pak Jaya sudah selesai membacanya tadi pagi.Kubuka lembaran demi lembaran.Tak jauh beda dari berita-berita kemarin.Lagi-lagi kasus korupsi.Ilegal login.Demo para mahasiswa .Ah, sudah lembaran ketiga aku buka.Belum ada.Kini, lembaran kelima.Terlihat pengumuman yang aku cari.Disitu tertulis bahwa pemenang I adalah Lestari.Lagi-lagi aku harus kecewa.Cerpenku hanya bisa meraih juara kedua.Harus puas dan lapang dada.Teman setiaku sudah pergi.Sekarang, aku menulis tampanya.Ingin aku membeli kembali, tapi aku harus menunggu tabunganku cukup.
Menulis tanpa mesin ketik dari ayah membuat semangatku jadi kendor.Dulu aku memang sempat putus asa.Namun, karena mesin ketik itu aku bangkit kembali.Sekarang mesin ketik itu sudah tidak ada.Hal satu-satunya yang membuat aku bertahan adalah janjiku terhadap orang tuaku.
Aku memulai menulis tanpa mesin ketik dari ayah.Uang tabunganku aku gunakan untuk mengirim cerpen-cerpenku di majalah-majalah remaja.Padahal uang itu aku tabung untuk membeli kembali mesin ketik dari ayah.Setiap minggu, pak pos selalu datang mengembalikan cerpen-cerpenku yang ditolak.Setiap hari aku menutup kuping dengan cemooh dari orang-orang.”Kamu tidak malu, setiap minggu cerpen-cerpen sampahmu itu dikembalikan.Kamu tak lebih dari penulis kacangan”.Panas telingaku mendengarnya.Tapi, kujadikan sebagai cambuk bagiku untuk lebih maju.Suatu hari aku mencoba mengirim kembali cerpen-cerpenku.Cerpen ini sudah lama aku buat.Judulnya “Si Karla Kutu buku plus Ratu Kuper”.Cerpen yang terakhir kali aku buat bersama mesin ketik berwarna hitam bermerk Panasonic itu.




Hari Minggu, pak pos datang lagi.Entah kabar apa yang dibawa.Mungkin penolakan lagi.Kubuka amplop yang terlem itu.Akhirnya, cerpenku dimuat juga di majalah itu.Untuk pertama kali cerpenku terpampan di Majalah.Sejak itu cerpen-cerpenku selalu dimuat di majalaj-majalah remaja.Dan sekarang aku berlangganan di salah satu Majalah terkenal.Sangat senang rasanya.
“Mudah-mudahan mesin ketik itu belum ada yang membeli”.Harapanku begitu sangat tipis.Berjalan menelusuri jalan-jalan setapak.Dan akhirnya aku sampai di penjual loak Pak Tani.Bertanya aku dengan penuh harapan.Alhamdulillah, mesin ketik itu masih ada.Mungkin tidak ada yang berminat karena sudah tua dan sangat kusam.Aku sangat bahagia memiliki kembali mesin ketik itu.
Tanggal 14 Juni aku pulang ke rumah.Membawa berita gembira.Mungkin mereka sudah mengetahuinya.Aku sangat berharap ayah bisa menerima aku dan profesiku.Sesampai aku di rumah, harapan itu tetap tinggal harapan.Ayah tetap dengan pendiriannya.Tidak menerima aku sebagai seorang penulis.Aku tidak tahu kenapa ayah begitu membenci profesiku.Entahlah..!.Tetapi aku tetap meneruskan cita-citaku menjadi seorang penulis sejajar dengan penulis-penulis ternama.Ayah memang tidak suka.Tapi, ibu sudah mau menerima aku sebagai seorang penulis.Ibu yang selalu memberikan dorongan dan semangat untuk maju.Walau ayah tidak menyukainya, tetapi aku yakin ayah pasti menyimpan suatu kebanggan di hatinya yang paling dalam.Itu terbukti karena ayah selalu membaca cerpen-cerpenku.Ayah memang tetap mengatakan kalau dia tidak menyukai profesiku sebagai seorang penulis.Tak apalah, yang penting ayah masih mau membaca cerpen-cerpenku.Sekarang aku sudah aktif di Organisasi Sastra Bumi.Disitu aku memulai karierku sebagai seorang penulis.Aku tetap ditemani oleh mesin ketik kusam itu.Aku tetap bangga menyimpannya.Mesin ketik pemberian ayah yang menyimpan sejuta kenangan.Kenangan yang tidak akan pernah terhapus dalam memoriku.Mesin ketik itu adalah bukti perjuanganku.Perjuangan yang aku lewati sampai sekarang.Kenangan bersama  ayah akan terus aku ingat.Bagiku mesin ketik itu adalah ayah, dan ayah adalah mesin ketik itu.Dia akan selalu berjuang bersamaku melawan badai yang kian ganas.





Tidak ada komentar: