Pembaca yang baik selalu meninggalkan komentar. Terima Kasih ^_^


widgeo.net

Selasa, 01 Mei 2012

Bicaralah Pada Ombak


Bicaralah Pada Ombak
by: Yuni Indasari
            Pagi itu Vira sedang duduk di pinggir pantai. Matanya dimanjakan dengan keindahan panorama pantai Bira. Baju putih dan celana jeans yang dikenakannya basah terkena air. Rambutnya yang diurai ditiup oleh angin pantai. Tiba-tiba pandangan Vira mengarah kepada sosok gadis kecil dengan rambut yang berantakan, badanya dekil, pakainaanya kumal dan compang-camping sedang duduk di sampingnya. Hasrat Vira untuk menikmati indahnya pantai Bira hilang sekejap. Dari pancaran matanya, dia seakan jijik dengan gadis itu. Dia pun beranjak dari tempat duduknya dan menjauhi gadis itu. Tak disangka gadis itu berdiri dan mengikuti langkah Vira. Vira yang merasa terusik langsung membentak gadis itu.
“Eh, gadis kumal, kamu kenapa mengikuti saya terus?”
Gadis itu menunduk memandangi pasir-pasir putih yang seakan iba terhadap dirinya.
“Pergi sana! Jangan ikuti saya terus, ngerti?” Vira kembali membentak.
Gadis itu tetap berdiri di depan Vira sambil menundukkan kepalanya. Dengan perlahan-lahan, dia mengangkat kepalanya dan menatap Vira tanpa ada seuntai kata pun yang keluar dari mulutnya. Setelah itu dia membalikkan badannya dan berlari di atas pasir putih dengan kaki telanjang sampai tubuh mungilnya itu tidak terlihat lagi.
            Vira duduk sendiri di atas pasir putih sambil melantungkan lagu kesayangannya. Dia sepertinya melupakan kejadian tadi. Dia mulai tetrbawabsuasana pantai, dia memandang jauh ke arah laut.
“Vira...” Suara teriakan itu membuat lamunan Vira jadi buyar
“ Hai...Vir, kamu tidak bosan duduk terus disitu, nggak cape?” Sambung Rima
Vira sontak kaget dan kesal terhadap temannya itu.
“Ah...kamu Rim, ngapain sih kamu ganggu orang, nggak ada kerjaan ya. Kamu seperti anak kecil itu aja. Gara-gara suara merdumu itu, pangeranku jadi kabur” Kesal Vira
“Pangeran dari mana tuan putri? Dari tadi kamu duduk sendiri disitu” Kata Rima
“Pangeranku datang dari alam lamunan, tau...?” Vira tambah kesal
“Sewot amat sih non, ada masalah apa sih?” Tanya Rima
“Aku kesal, jengkel sama anak itu. Pokoknya aku benci sama anak itu.” Teriak Vira
Rima tak berani melanjutkan ucapannya. Dia tidak mau kalau Vira sampai menjadi-jadi. Rima duduk di samping Vira. Suara ombak masih terdengar. Angin masih bertiup. Orang-orang masih ramai mondar-mandir. Anak-anak berkejaran di pinggir pantai, ada juga yang membuat istana. Di antara mereka ada juga yang mengabadikan momen indah itu bersama teman, keluarga, pacar, ataupun teman baru dengan kilatan cahaya atau kamera, tak terkecuali Rima dan Vira. Mereka tidak mau melewatkan momen ini. Vira sedang asyik memandangi pulau di seberang sana. Sedang Rima sibuk dengan kameranya. Vira mencoba menghilangkan semua kejadian tadi. Tiba-tiba dari arah belakang.
“Kak, ini jam tangan kakak.” Suaranya datar tak berintonasi
“Kamu lagi, oh....rupanya kamu yang mencuri jam tagan saya, masih kecil kok sudah mencuri. Nggak tahu malu.” Vira mengambil jam tangan itu dengan kasar dan “Prak...” anak itu terjatuh di dorong oleh Vira.
“Vir, apa-apaan sih kamu, sama anak kecil kamu berani main dorong-dorongan, belum tentu kan dia yang mencuri jam tangan kamu.” Rima berhenti melakukan kegiatannya
“Anak itu dari tadi mengikuti aku terus, ternyata dia menginginkan jam tangan ini.” Vira menunjukkan jam yang ada ditangannya
“Aku tidak mencuri jam tangan itu, aku cuma menemukannya di sana.” Anak itu menunjuk ke suatu tempat
“Diam kamu, yang jelas kamu yang mengambil jam tangan saya.” Bentak Vira
Rima yang melihat kejadian itu, langsung menarik tangan Vira. Mereka berlari menuju ke suatu tempat. Tempat itu amat sepi, jauh dari keramaian.
“Vir, sekarang kamu tutup mata kamu, hayati suara ombak itu dan rasakan hembusan angin itu.” Kata Rima
Vira melepaskan genggaman Rima dari tangannya. Dia meronta dan berteriak. Tiba-tiba di depannya berdiri seorang gadis kecil, Vira mengusir gadis itu. Tak berapa lama dia melihat sebuah benda yang bersandar di pinggir pantai. Dia ingin menaiki perahu itu. Tapi Rima melarangnya.
“Vir, sebaiknya kamu nggak usah naik perahu itu. Ombak sangat besar Vir, bahaya.” Cegah Rima
“Cuma sebentar kok, pokoknya aku mau naik perahu itu.”Ngotot Vira
“Tapi itu bahaya Vir.” Kata Rima
“Itu urusan belakangan.” Vira tetap ngotot
Vira tetap kukuh dengan pendiriannya. Dia tak mau tahu dan memang tak mau tahu. Dia melapaskan ikatan perahu itu dan menaikinya.
“Kak, jangan...jangan naiki perahu itu.” Cegah gadis itu
Vira tetap tak mendengarkan gadis itu. Tak berapa lama, tiba-tiba ombak besar menghantam perahu itu. Entah apa yang terjadi selanjutnya.
ÚÚÚ
Malam tiba, bintang-bintang memancarkan keindahannya di laut. Di sebuah gubuk kecil yang tak jauh dari pantai terlihat bulan menyinarinya.
“Aku dimana...?” Vira kemudian tersadar
“Tenang Vir, sekarang kammu ada di rumah Bira.” Rima mencoba menenangkan
Vira kemudian bangun dari tempat tidurnya dan menatap gadis yang ada di depannya.
“Kamu...” Dengan suara lemas
“Iya Vir, dia yang menyelamatkan kamu.” Kata Rima
Vira kemudian mendekati gadis itu dan berlari keluar dari gubuk kecil itu dengan membisu. Rima dan gadis kecil itu mengikuti dari belakang. Vira duduk di atas batu besar dan menghadap ke laut. Gadis itu mendekati Vira. Vira mendekati gadis itu dengan tatapan tajam. Bira menunduk, tak berani menatap.
“Kok bisa sih gadis sekecil kamu bisa menyelamtkan saya, bagaimana caranya. Menatap saya saja kamu takut apalagi sama ombak” Tanya Vira tak percaya
Bira kemudian memberanikan diri untuk menatap Vira.
“Dari kecil aku sudah terbiasa hidup di laut. Jadi ini sudah menjadi hal yang biasa buatku. Aku lahir di tempat ini, makanya ayah dan ibu memberikan aku nama Bira.” Jelas Bira
Vira termenung dan menyadari kesalahannya.
“Tapi kenapa kamu mengikuti aku terus.” Tanya Vira dengan terbata-bata
“Karena aku tidak mau kakak jadi korban perahu itu, karena aku tahu kakak pasti akan naik perahu itu. Gara-gara perahu itu ayah dan ibu pergi untuk selama-lamanya.” Jawab Bira dengan air mata yang menetes di pipinya. Vira dan Bira menangis dan berpelukan. Suara tangis mereka menyatu dengan gelap malam. Pelukan Vira semakin erat.
“Maafkan kakak ya...! Vira menatap Bira dengan mata berkaca-kaca sambil memegang kepala Bira dengan kedua tangannya dan kembali memeluk Bira. Vira sangat kagum melihat ketegaran Bira yang sanggup hidup di pantai dengan mempertaruhkan nyawanya dan selalu siap akan resiko yang harus dia hadapi bila sewaktu-waktu ombak menghantam. Kekejaman ombak sudah Bira rasakan, dia hanya bisa berdoa semoga ombak bisa bersahabat dengannya.

Tidak ada komentar: