Mesin Ketik Kusam
by: yuni indasari
Aku terlahir dari keluarga
sederhana.Ayahku seorang guru di salah satu SD Negeri.Sedang ibuku menjual kue
untuk membantu ayah.Bersama kedua saudaraku aku tinggal di rumah ini.Rumah yang
sangat sederhana.Ayah dan ibu sangat menyayangi kami.Awalnya kami hidup
bahagia.Penuh canda dan keceriaan.Kemudian kebahagiaan itu tinggallah impian
belaka.Aku tak pernah merasakan kehangatan dari pelukan seorang ibu.Aku tak
pernah lagi mendengar suara ayah berceramah setelah selesai salat.Hampa, sepi,
kosong, mungkin itulah gambaran dari apa yang aku rasakan sekarang.Berawal dari
keputusan saya untuk masuk ke jurusan sastra.Mereka tak setuju.Ayah
menginginkan aku untuk menjadi dokter.Tapi aku tetap kukuh untuk menjadi
sastrawan.Pertengkaran pun tak terelakan.Aku tetap dengan pendirianku.Begitu
juga dengan ayah.Rumah tak lagi menjadi tempat candaan bagi aku.Semuanya telah
berubah menjadi neraka.Ayah yang bijak menjelma menjadi monster yang siap
menerkam mangsanya.Ibu yang lembut seolah menjadi salju yang beku dengan
kemarahan ayah.Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari rumah.Pergi dari
orang-orang yang benci akan cita-citaku.
Aku masih SMA.Aku masih
butuh bantuan ayah dan ibu.Butuh kasih sayang dan perhatian.Sekolahku sempat
terbengkalai beberapa bulan karena tak punya biaya.Uang tabunganku aku gunakan
untuk membayar kos.Tapi, setelah aku bekerja sambilan di sebuah percetakan aku
bisa sekolah lagi.Di rumah kecil itulah, aku memulai kembali semua harapan yang
pernah pupus.Aku memulai menulis lagi.Dengan mesin ketik, hadiah ayah ketika
aku berulang tahun jari-jemariku terlihat lincah menari-nari di atas
keyboard.Walaupun benda itu menyimpan keindahan dan kenangan dari orang-orang
yang aku cintai.Keputusanku untuk meninggalkan rumah memang bukan
keinginanku.Tapi, keinginan yang lain sangat kuat mendorong aku untuk
pergi.Mungkin ini yang terbaik.Suatu saat aku akan kembali dengan menghadiahkan
sebuah kebanggan untuk mereka.
Sore itu aku sedang membaca
di teras kosku.Sebuah novel berwarna kuning telah seperdua aku baca.Saat aku
beranjak dari kursi untuk mengambil sebuah camilan, terdengar suara dari luar
pekarangan berteriak “Kar, jalan-jalan yuk ! Jangan baca terus”. Ajak salah
satu dari mereka.Aku tersenyum tak membalas mereka.Tak tahu apa yang harus aku
jawab. ”Orang seperti dia cocoknya memang di rumah.Tidak perlu di ajak”.Wanita
berbaju kuning itu pun ikut bicara.
“Dasar KUPER”.Ejek
salah satu dari mereka lagi
Kembali aku tersenyum kepada mereka.Lagi-lagi aku tak
menjawab.Tak berani membalas semua ejekan mereka.Kesal?Iya.Marah?sangat
marah.Sempat aku ingin membalas mereka.Tapi, aku ingat pesan ayah.Pesan yang
selalu ia katakan kepada anak-anaknya “Menghadapi sesuatu itu harus sabar.Emosi
tidak akan pernah menyelesaikan masalah”.
Hal seperti ini sering aku alami.Mungkin sangat
sering.Tidak di rumah (kos), di sekolah pun hal itu sudah biasa.Sifatku yang
pendiam dan pemalu, membuatku tidak mempunyai teman dan keberanian.Setiap
waktu, aku habiskan di perpustakaan.Tak ada jalan-jalan.Hanya membaca dan
menulis.Hal ini membuat aku jadi tersingkir dari dunia luar.Jauh dari keramaian
dan pergaulan.Wajar kalau mereka memberikan predikat “Ratu Kuper dan Kutu
Buku”.
Kertas berserakan di
lantai.Tak dapat kutemui kata-kata yang cocok untuk melengkapi tulisanku.Semuanya
hilang.Aku duduk bersandar di kursi.Melihat kembali memori bersama
keluargaku.Memutar kenangan-kenangan indah bersama mereka.Kukatupkan kedua bola
mataku.Air mata mengalir seperti sungai, tak henti.Aku sangat rindu dengan
mereka.Rindu dengan kedamaian dan keceriaan.Tak dapat kutemui di tempat ini.
Satu tahun aku pergi dari
rumah.Sekarang aku kelas 3 SMA.Tak terasa waktu begitu cepat berlalu.Selama
satu tahun aku mencoba untuk memulai awal dari cita-citaku.Mencoba untuk
menulis kembali.Tanggal 14 Juni, aku mencoba mengikuti suatu perlombaan yang
diselenggarakan oleh salah satu Majalah Remaja.Aku harus puas dengan mendapat
juara Harapan I.Kecewa ? mungkin iya.Kecewa, karena aku telah melewati
kesempatan emas itu.Bagiku perlombaan ini sangatlah berarti.Jarang sekali aku
mendapatkan kesempatan seperti ini.Pernah, aku meminta bantuan guruku untuk
mengirimkan hasil tulisanku.Tapi, dengan alasan hasil tulisanku sangat tidak
kreatif dan menurutnya itu adalah sampah, dia nenolak.Pasrah aku menerima
kenyataan ini.Aku memang sering maminta bantuan guru dan teman-temanku untuk
mengirimkan hasil tulisanku, kerena aku tidak tahu kemana aku harus
menyalurkannya..Tapi, puluhan kali juga mereka menolak.Aku sudah pernah mencoba
mengirim ke salah satu Majalah Remaja.Mereka selalu menolak dan mengembalikan
cerpen-cerpenku.Karena kehabisan biaya aku pun meminta bantuan guru dan
teman-temanku.Tapi, nasibku harus menerima semua penolakan mereka.Aku sempat
drop, keputusasaan menguasai diriku.Semangatku untuk menulis terkuras habis
dengan ketidak adilan ini menurutku.Berminggu-minggu mesin ketik yang sudah tua
itu menganggur tak ada yang menyentuh.Kotor karena debu.Aku malas
menyentuhnya.Membersihkannya pun aku tidak pernah lagi.Dengan setitik cahaya
dan secuil dorongan, aku mulai bangkit kembali.Menata semua yang sudah
terbengkalai.
Tahun
2009 aku lulus ujian.Sekarang aku kuliah di salah satu Universitas Negeri,
mengambil jurusan sastra tentunya.Sebuah mesin ketik kusam yang selalu membantu
aku menyelesaikan tulisan-tulisanku seperti malas menemaniku.Mungkin
capek.Seperti aku lelah akan semua ejekan orang-orang yang meremehkanku.Tak
terkecuali kedua orang tuaku.Mereka sangat merendahkan profesi
sastrawan.Ah…sudahlah.Mereka adalah semangatku untuk bisa membuktikan kepada
mereka bahwa “Aku Bisa”.Malam ini aku mulai menari-nari di atas keyboard yang
sudah tidak jelas angka dan hurufnya.Kertas berhampuran di lantai.Otakku mulai
berputar untuk menemukan kata-kata yang sepadan dengan tema cerpenku.Suara
keyboard berdentang di kesunyian malam.Jam 11.00, aku masih bergelut dengan
mesin ketikku.Mataku sudah ingin mengatup.Namun, jari-jemariku tak bisa
berhenti.Jam 01.00 malam, akhirnya cerpen itu selesai.Aku beri judul “Karla si
Kutu Buku plus Ratu Kuper”.Kata-kata yang aku ambil dari orang-orang yang
memberiku predikat seperti itu.Plotnya tak jauh beda dengan alur
kehidupanku.Karla yang pendiam dan pemalu adalah tokoh utamanya.
“Tok…tok…tok”.Suara pintu terdengar ada yang mengetuk,
memanggil si empunya rumah.”Assalamualaikum, Kar..”Teriaknya mengucapkan salam
“Waalaikumsalam”.jawabku membalas salamnya
“Kar…kamu suka nulis kan?”tanyanya
“Iya”.jawabku singkat
“Begini Kar, aku dengar kalau salah satu Organisasi
Remaja sedang mengadakan perlombaan menulis Cerpen.Itu kan kesempatan emas untuk kamu.”
Rina teman akrabku seakan
memberikan peluang untuk lebih maju.Tapi, masalahnya sekarang adalah, aku tak
punya biaya.Ongkos ke sana ditambah lagi dengan uang pendaftaran sangat mahal
bagiku.Uang hasil kerja sambilanku di salah satu percetakan hanya cukup
mambayar uang kos saja.Bingung aku ke mana aku mencari uang.Ke teman-temanku
tidak mungkin.Aku tak punya teman.Hanya Rina, tapi dia pun tidak bisa membantu
karena ibunya sakit, butuh biaya.Orang tuaku?Lebih-lebih mereka, pasti tidak
akan memberi.Tapi, kalu aku tidak mengikutinya.Sayang..!Kesempatan itu sangat
langka.
Kutatap
mesin ketik yang setia menemaniku.Tersenyum aku melihatnya.Namun, sedih
kurasa.Sangat sedih.Sedih karena harus kehilangan kenangan yang begitu indah
bagiku.Demi janjiku kepada mereka, aku harus merelakan mesin ketik itu.Aku
menjualnya.Lumayan, cukup untuk mengikuti perlombaan ini.
Satu minggu saya menunggu
pengumuman.Setiap hari saya harus meminjam koran tetangga.Aku harus menunggu
sampai yang punya koran selesai membaca.Sebenarnya aku juga malu meminjam
koran-koran tetangga.Mungkin mereka sudah bosan melihat aku setiap hari
meminjam korannya.Pukul 03.00 sore, aku meminjam koran Pak Jaya.Untung pak Jaya
sudah selesai membacanya tadi pagi.Kubuka lembaran demi lembaran.Tak jauh beda
dari berita-berita kemarin.Lagi-lagi kasus korupsi.Ilegal login.Demo para
mahasiswa .Ah, sudah lembaran ketiga aku buka.Belum ada.Kini, lembaran
kelima.Terlihat pengumuman yang aku cari.Disitu tertulis bahwa pemenang I
adalah Lestari.Lagi-lagi aku harus kecewa.Cerpenku hanya bisa meraih juara
kedua.Harus puas dan lapang dada.Teman setiaku sudah pergi.Sekarang, aku
menulis tampanya.Ingin aku membeli kembali, tapi aku harus menunggu tabunganku
cukup.
Menulis tanpa mesin ketik
dari ayah membuat semangatku jadi kendor.Dulu aku memang sempat putus
asa.Namun, karena mesin ketik itu aku bangkit kembali.Sekarang mesin ketik itu
sudah tidak ada.Hal satu-satunya yang membuat aku bertahan adalah janjiku
terhadap orang tuaku.
Aku memulai menulis tanpa
mesin ketik dari ayah.Uang tabunganku aku gunakan untuk mengirim
cerpen-cerpenku di majalah-majalah remaja.Padahal uang itu aku tabung untuk
membeli kembali mesin ketik dari ayah.Setiap minggu, pak pos selalu datang
mengembalikan cerpen-cerpenku yang ditolak.Setiap hari aku menutup kuping
dengan cemooh dari orang-orang.”Kamu tidak malu, setiap minggu cerpen-cerpen
sampahmu itu dikembalikan.Kamu tak lebih dari penulis kacangan”.Panas telingaku
mendengarnya.Tapi, kujadikan sebagai cambuk bagiku untuk lebih maju.Suatu hari
aku mencoba mengirim kembali cerpen-cerpenku.Cerpen ini sudah lama aku
buat.Judulnya “Si Karla Kutu buku plus Ratu Kuper”.Cerpen yang terakhir kali
aku buat bersama mesin ketik berwarna hitam bermerk Panasonic itu.
Hari Minggu, pak pos datang
lagi.Entah kabar apa yang dibawa.Mungkin penolakan lagi.Kubuka amplop yang
terlem itu.Akhirnya, cerpenku dimuat juga di majalah itu.Untuk pertama kali
cerpenku terpampan di Majalah.Sejak itu cerpen-cerpenku selalu dimuat di
majalaj-majalah remaja.Dan sekarang aku berlangganan di salah satu Majalah
terkenal.Sangat senang rasanya.
“Mudah-mudahan mesin ketik
itu belum ada yang membeli”.Harapanku begitu sangat tipis.Berjalan menelusuri
jalan-jalan setapak.Dan akhirnya aku sampai di penjual loak Pak Tani.Bertanya
aku dengan penuh harapan.Alhamdulillah, mesin ketik itu masih ada.Mungkin tidak
ada yang berminat karena sudah tua dan sangat kusam.Aku sangat bahagia memiliki
kembali mesin ketik itu.
Tanggal 14 Juni aku pulang
ke rumah.Membawa berita gembira.Mungkin mereka sudah mengetahuinya.Aku sangat
berharap ayah bisa menerima aku dan profesiku.Sesampai aku di rumah, harapan
itu tetap tinggal harapan.Ayah tetap dengan pendiriannya.Tidak menerima aku
sebagai seorang penulis.Aku tidak tahu kenapa ayah begitu membenci
profesiku.Entahlah..!.Tetapi aku tetap meneruskan cita-citaku menjadi seorang
penulis sejajar dengan penulis-penulis ternama.Ayah memang tidak suka.Tapi, ibu
sudah mau menerima aku sebagai seorang penulis.Ibu yang selalu memberikan
dorongan dan semangat untuk maju.Walau ayah tidak menyukainya, tetapi aku yakin
ayah pasti menyimpan suatu kebanggan di hatinya yang paling dalam.Itu terbukti
karena ayah selalu membaca cerpen-cerpenku.Ayah memang tetap mengatakan kalau
dia tidak menyukai profesiku sebagai seorang penulis.Tak apalah, yang penting
ayah masih mau membaca cerpen-cerpenku.Sekarang
aku sudah aktif di Organisasi Sastra Bumi.Disitu aku memulai karierku sebagai
seorang penulis.Aku tetap ditemani oleh mesin ketik kusam itu.Aku tetap bangga
menyimpannya.Mesin ketik pemberian ayah yang menyimpan sejuta kenangan.Kenangan
yang tidak akan pernah terhapus dalam memoriku.Mesin ketik itu adalah bukti
perjuanganku.Perjuangan yang aku lewati sampai sekarang.Kenangan bersama ayah akan terus aku ingat.Bagiku mesin ketik
itu adalah ayah, dan ayah adalah mesin ketik itu.Dia akan selalu berjuang
bersamaku melawan badai yang kian ganas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar