Bicaralah Pada Ombak
by: Yuni Indasari
Pagi
itu Vira sedang duduk di pinggir pantai. Matanya dimanjakan dengan keindahan
panorama pantai Bira. Baju putih dan celana jeans yang dikenakannya basah
terkena air. Rambutnya yang diurai ditiup oleh angin pantai. Tiba-tiba pandangan
Vira mengarah kepada sosok gadis kecil dengan rambut yang berantakan, badanya
dekil, pakainaanya kumal dan compang-camping sedang duduk di sampingnya. Hasrat
Vira untuk menikmati indahnya pantai Bira hilang sekejap. Dari pancaran
matanya, dia seakan jijik dengan gadis itu. Dia pun beranjak dari tempat
duduknya dan menjauhi gadis itu. Tak disangka gadis itu berdiri dan mengikuti
langkah Vira. Vira yang merasa terusik langsung membentak gadis itu.
“Eh, gadis kumal, kamu kenapa
mengikuti saya terus?”
Gadis itu menunduk memandangi
pasir-pasir putih yang seakan iba terhadap dirinya.
“Pergi sana! Jangan ikuti saya terus,
ngerti?” Vira kembali membentak.
Gadis itu tetap berdiri di depan Vira
sambil menundukkan kepalanya. Dengan perlahan-lahan, dia mengangkat kepalanya
dan menatap Vira tanpa ada seuntai kata pun yang keluar dari mulutnya. Setelah
itu dia membalikkan badannya dan berlari di atas pasir putih dengan kaki
telanjang sampai tubuh mungilnya itu tidak terlihat lagi.
Vira
duduk sendiri di atas pasir putih sambil melantungkan lagu kesayangannya. Dia
sepertinya melupakan kejadian tadi. Dia mulai tetrbawabsuasana pantai, dia
memandang jauh ke arah laut.
“Vira...” Suara teriakan itu membuat
lamunan Vira jadi buyar
“ Hai...Vir, kamu tidak bosan duduk
terus disitu, nggak cape?” Sambung Rima
Vira sontak kaget dan kesal terhadap
temannya itu.
“Ah...kamu Rim, ngapain sih kamu
ganggu orang, nggak ada kerjaan ya. Kamu seperti anak kecil itu aja. Gara-gara
suara merdumu itu, pangeranku jadi kabur” Kesal Vira
“Pangeran dari mana tuan putri? Dari
tadi kamu duduk sendiri disitu” Kata Rima
“Pangeranku datang dari alam lamunan,
tau...?” Vira tambah kesal
“Sewot amat sih non, ada masalah apa
sih?” Tanya Rima
“Aku kesal, jengkel sama anak itu.
Pokoknya aku benci sama anak itu.” Teriak Vira
Rima tak berani melanjutkan
ucapannya. Dia tidak mau kalau Vira sampai menjadi-jadi. Rima duduk di samping
Vira. Suara ombak masih terdengar. Angin masih bertiup. Orang-orang masih ramai
mondar-mandir. Anak-anak berkejaran di pinggir pantai, ada juga yang membuat
istana. Di antara mereka ada juga yang mengabadikan momen indah itu bersama
teman, keluarga, pacar, ataupun teman baru dengan kilatan cahaya atau kamera,
tak terkecuali Rima dan Vira. Mereka tidak mau melewatkan momen ini. Vira
sedang asyik memandangi pulau di seberang sana. Sedang Rima sibuk dengan
kameranya. Vira mencoba menghilangkan semua kejadian tadi. Tiba-tiba dari arah
belakang.
“Kak, ini jam tangan kakak.” Suaranya
datar tak berintonasi
“Kamu lagi, oh....rupanya kamu yang
mencuri jam tagan saya, masih kecil kok sudah mencuri. Nggak tahu malu.” Vira
mengambil jam tangan itu dengan kasar dan “Prak...” anak itu terjatuh di dorong
oleh Vira.
“Vir, apa-apaan sih kamu, sama anak
kecil kamu berani main dorong-dorongan, belum tentu kan dia yang mencuri jam
tangan kamu.” Rima berhenti melakukan kegiatannya
“Anak itu dari tadi mengikuti aku
terus, ternyata dia menginginkan jam tangan ini.” Vira menunjukkan jam yang ada
ditangannya
“Aku tidak mencuri jam tangan itu,
aku cuma menemukannya di sana.” Anak itu menunjuk ke suatu tempat
“Diam kamu, yang jelas kamu yang
mengambil jam tangan saya.” Bentak Vira
Rima yang melihat kejadian itu,
langsung menarik tangan Vira. Mereka berlari menuju ke suatu tempat. Tempat itu
amat sepi, jauh dari keramaian.
“Vir, sekarang kamu tutup mata kamu,
hayati suara ombak itu dan rasakan hembusan angin itu.” Kata Rima
Vira melepaskan genggaman Rima dari
tangannya. Dia meronta dan berteriak. Tiba-tiba di depannya berdiri seorang
gadis kecil, Vira mengusir gadis itu. Tak berapa lama dia melihat sebuah benda
yang bersandar di pinggir pantai. Dia ingin menaiki perahu itu. Tapi Rima
melarangnya.
“Vir, sebaiknya kamu nggak usah naik
perahu itu. Ombak sangat besar Vir, bahaya.” Cegah Rima
“Cuma sebentar kok, pokoknya aku mau
naik perahu itu.”Ngotot Vira
“Tapi itu bahaya Vir.” Kata Rima
“Itu urusan belakangan.” Vira tetap
ngotot
Vira tetap kukuh dengan pendiriannya.
Dia tak mau tahu dan memang tak mau tahu. Dia melapaskan ikatan perahu itu dan
menaikinya.
“Kak, jangan...jangan naiki perahu
itu.” Cegah gadis itu
Vira tetap tak mendengarkan gadis
itu. Tak berapa lama, tiba-tiba ombak besar menghantam perahu itu. Entah apa
yang terjadi selanjutnya.
ÚÚÚ
Malam tiba, bintang-bintang
memancarkan keindahannya di laut. Di sebuah gubuk kecil yang tak jauh dari
pantai terlihat bulan menyinarinya.
“Aku dimana...?” Vira kemudian
tersadar
“Tenang Vir, sekarang kammu ada di
rumah Bira.” Rima mencoba menenangkan
Vira kemudian bangun dari tempat
tidurnya dan menatap gadis yang ada di depannya.
“Kamu...” Dengan suara lemas
“Iya Vir, dia yang menyelamatkan
kamu.” Kata Rima
Vira kemudian mendekati gadis itu dan
berlari keluar dari gubuk kecil itu dengan membisu. Rima dan gadis kecil itu
mengikuti dari belakang. Vira duduk di atas batu besar dan menghadap ke laut.
Gadis itu mendekati Vira. Vira mendekati gadis itu dengan tatapan tajam. Bira
menunduk, tak berani menatap.
“Kok bisa sih gadis sekecil kamu bisa
menyelamtkan saya, bagaimana caranya. Menatap saya saja kamu takut apalagi sama
ombak” Tanya Vira tak percaya
Bira kemudian memberanikan diri untuk
menatap Vira.
“Dari kecil aku sudah terbiasa hidup
di laut. Jadi ini sudah menjadi hal yang biasa buatku. Aku lahir di tempat ini,
makanya ayah dan ibu memberikan aku nama Bira.” Jelas Bira
Vira termenung dan menyadari
kesalahannya.
“Tapi kenapa kamu mengikuti aku
terus.” Tanya Vira dengan terbata-bata
“Karena aku tidak mau kakak jadi
korban perahu itu, karena aku tahu kakak pasti akan naik perahu itu. Gara-gara
perahu itu ayah dan ibu pergi untuk selama-lamanya.” Jawab Bira dengan air mata
yang menetes di pipinya. Vira dan Bira menangis dan berpelukan. Suara tangis
mereka menyatu dengan gelap malam. Pelukan Vira semakin erat.
“Maafkan kakak ya...! Vira menatap
Bira dengan mata berkaca-kaca sambil memegang kepala Bira dengan kedua
tangannya dan kembali memeluk Bira. Vira sangat kagum melihat ketegaran Bira
yang sanggup hidup di pantai dengan mempertaruhkan nyawanya dan selalu siap
akan resiko yang harus dia hadapi bila sewaktu-waktu ombak menghantam.
Kekejaman ombak sudah Bira rasakan, dia hanya bisa berdoa semoga ombak bisa
bersahabat dengannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar