Check it out!!! :)
Kupandangi
sebuah foto yang terpajang di dinding ruang tamu. Di sana berdiri tegak sosok
wanita dengan toga di kepalanya. Ya..itu adalah foto wisuda mama. Terlihat
begitu bahagia dengan pakain kebanggaan seorang sarjana. Terbesit olehku untuk
bisa memakai pakaian dan toga itu.
Mama.
Seorang wanita yang menjadi motivator nomor satu dalam hidupku. Melahirkan,
menyusui, membesarkan, mendidik, dan merawatku tanpa ada keluhan sedikutpun.
Aku yang terlahir dari rahim seorang wanita yang hebat seperti mama begitu
bangga bisa dilahirkan di dunia ini. Bangga bisa menjadi anaknya. Tidak
terlintas dalam pikiranku untuk menyakiti hati beliau. Tapi dasar, aku yang kurang memahami betapa sulitnya
menjadi seorang ibu terkadang menggores hati mama. Meninggalkan pilu yang
mendalam.
Pernah
suatu ketika, aku marah sama mama. Membanting pintu kamar dengan keras.
Mengurung diri dalam kamar. Dan diam seribu kata di depan mama. Hanya soal
sepele sebenarnya. Waktu itu mama tidak sengaja menendang pot kesayanganku
sampai pecah. Dan itu awal dan penyebab dari semua kemarahanku. Entah makhluk
apa yang sudah merasuki jiwaku. Menyesal? Iya. Sedih karena sudah membentak
mama? Pasti. Ini adalah sebagian kecil kesalahan yang pernah melukai hati mama.
Sering
aku meninggikan suaraku di depan mama kalau ada yang aku tidak suka. Sering aku
membanting pintu keras-keras sebagai tanda kemarahanku. Sering aku mengecewakan
mama dengan segala ulahku. Tapi, tidak pernah terlintas di pikiran mama untuk
membenciku. Dia tetap sayang sama aku. Sayang sama adik dan kakakku. Sayang
anak-anaknya,walaupun kami selalu rusuh ketika memperebutkan sesuatu yang
terkadang membuat mama harus turun tangan melerai kami.
Mama
memang sosok wanita yang penuh kasih sayang. Mama adalah seorang mama seperti
mama-mama yang lain. Masih sering terdengar ungkapan-ungkapan pedas yang keluar
dari mulutnya. Apalagi kalau kami anak-anaknya tidak bisa akur. Ocehan-ocehan
pun sering meluncur bebas dari mulut mama.
Masih
teringat jelas di benakku. Waktu itu aku dan kakakku memperebutkan makanan.
Mama bilang begini “Makanan jangan diperebutkan, nanti Tuhan mengambil
makanannya semua. Kalian mau makan apa kalau Tuhan marah”. Kami asyik sendiri
dengan aktivitas kami. Tanpa mendengar kata-kata mama. Sejurus kemudian, tangan
mama sudah melekat di telinga kami. Menjewer telinga kami sampai kami berjanji
untuk tidak berkelahi lagi. Hah, kalau mengingat kejadian itu aku sering
tertawa geli sendiri.
Aku
tidak punya moment yang bisa dibilang paling berkesan dengan mama. Kerena
bagiku semua moment-moment baik itu sedih maupun senang, semuanya menyimpan
kesan dalam catatan perjalanan hidupku. Tanpa semua moment itu, aku tidak bisa
sampai di level sekarang ini.
Sekarang
aku sudah di bangku kuliah. Masa-masa itu sudah terlewatkan semua. Aku tumbuh
menjadi seorang wanita yang siap membanggakan mama. Belajar dengan benar.
Menjaga diri dan nama baik keluarga.
Sering
aku terbangun di tengah malam. Dan sering pula aku melihat mama menadahkan
tangannya. Meminta kepada sang pencipta untuk kebahagiaan anak-anaknya.
“Pernahkah aku mendoakan mama di shalat tahajudku?”. Pernahkah aku
membahagiakan mama dengan prestasiku”?. Pertanyaan-pertanyaan itu meluncur
seketika dalam pikiranku.
Dalam
hati, pantas kah saya dilahirkan dari rahim wanita yang penuh cinta dan kasih.
Tulus menyayangi, sedang saya sering membantahnya, membangkan, mengelurkan
kata-kata kasar dan sebagainya.
Bisa
berdiri di samping mama dengan toga di kepalaku dan pakaian kebangaan seorang
sarjana adalah mimpiku. Memajang foto di dinding kamarku dan di rumahku kelak
nantinya sebagai bukti perjuangan mama mendidikku dan membawaku bisa memegang
gelar sarjana. Salah satu pesan mama yang selalu aku ingat “Jaga dirimu
baik-baik di kampung orang. Jangan menjadi orang sombong dan jangan pernah
merasa hebat jika kamu berhasil nantinya”
Memandangi
wajah mama, ada rasa bangga tersendri bisa dilahirkan dari rahim seorang wanita
yang hebat. Tanpa henti menasehatiku. Dengan sabar menuntunku. Motivator
terbesar.Inspirasi yang paling hebat. Doa yang paling ampuh. Itu adalah dirimu
‘mama’. Ada sebuah cahaya yang terpanjar
di bola-bola matamu setiap kali memandangimu. Dan kulihat surga di sana. Ingin
aku memeluk erat tubuhnya. Mencium pipinya. Merangkul dan mengatakan “Aku
sayang mama, maafkan ananda atas segala kesalahan yang pernah ananda perbuat”.
Sekali lagi ‘Ananda sayang Mama’